PUSARAN.CO –Wakil Gubernur Kalbar Drs. H. Ria Norsan M.M., M.H., menghadiri Rapat Koordinasi Kelapa Sawit Nasional, di Pullman Hotel Jakarta Central Park, Senin (27/2/2023).
Kegiatan yang digelar Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, mengambil tema ‘Optimisme Pembangunan Perkebunan 2023, Akselerasi Pencapaian Peremajaan Sawit Rakyat’.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam sambutannya, memastikan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) terus dilakukan secara merata di seluruh Indonesia. Ditargetkan, program ini bisa mencapai 180.000 hektar pada setiap tahunya. Demikian disampaikannya saat membuka rapat koordinasi sawit nasional dengan tema menjaga resiliensi perkebunan Indonesia 2023 dan akselerasi peremajaan sawit rakyat.
“Kita pastikan PSR sawit ini berjalan dengan baik. Tapi saya minta jangan ada aturan yang ribet-ribet karena program ini adalah program rakyat. Oleh karena itu, dalam rangka mendorong hal tersebut, setiap tahun program PSR ditargetkan seluas 180.000 hektar yang tersebar di 21 provinsi sentra kelapa sawit,” ujar Syahrul Yasin Limpo.
Lanjutnya, program PSR harus menjadi perhatian dan tanggungjawab bersama dalam meningkatkan produktivitas. Terlebih perhatian pemerintah daerah dalam mengawal penanaman pohon baru di wilayahnya masing-masing.
“Semua harus bergerak bersama untuk meningkatkan nilai kesejahteraan petani pekebun kita. Saatnya kita berjuang untuk petani agar skala ekonominya meningkat,” katanya.
Syahrul Yasin Limpo mengatakan, kontribusi kelapa sawit selama ini ditopang dari luasan areal tutupan yang mencapai 16,38 juta hektar, dimana sekitar 6,9 juta hektar merupakan milik pekebun sawit rakyat. Meski demikian, perkebunan sawit masih memiliki tantangan yang cukup besar seperti penggunaan agroinput yang belum maksimal.
Pada sisi lain, produktivitas sawit nasional baru mencapai 3–4 ton per hektar atau setara dengan CPO. Hal ini dapat mengancam masa depan sawit rakyat Indonesia jika tidak dilakukan langkah komprehensif. Diantaranya perlu melakukan perbaikan dari sektor hulu dengan mengganti tanaman tua atau yang sudah tidak produktif.
“Peningkatan produksi dan produktivitas kelapa sawit terus difasilitasi dengan pemanfaatan dana BPDP-KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) melalui program PSR sejak tahun 2017 dengan menyasar kebun-kebun sawit atau tanaman tua,” terangnya.
Namun demikian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa peremajaan kebun sawit rakyat tidak semudah membalikan tangan. Berbagai tantangan yang dihadapi Pekebun sawit kita, tentu perlu kerja keras dan kerja kolaborasi dari semua elemen dalam rangka mendukung secara aktif program ini.
“Sejak awal rapat koordinasi ini telah banyak diupayakan baik pemerintah maupun stakeholder lainnya guna mendorong program PSR dapat berjalan lebih cepat lagi dan lebih baik lagi,” jelasnya.
Ditempat yang sama, Wakil Gubernur Kalbar mengutarakan bahwa di Provinsi Kalbar sendiri saat ini sudah ada PSR yaitu di Kabupaten Landak, meskipun demikian untuk target PSR tersebut masih belum maksimal dikarenakan berbagai kendala administrasi.
“Jadi penekanan dirjen perkebunan tadi pertama regulasi administrasi yang masih berbelit-belit supaya disederhanakan, sehingga para petani masih susah dalam PSR,” ungkap Wagub Kalbar.
Lanjutnya, untuk pelaksanaan PSR Provinsi Kalbar pada tahun 2022 yang lalu berdasarkan data yang diterimanya bahwa jumlah penanaman PSR yaitu sekitar 12.885,73 Hektar di delapan kabupaten yang ada di Provinsi Kalbar.
“Untuk kelembagaan kelompok tani sekitar 112 lembaga kop/koptan dengan jumlah pekebun sekitar 7.265 orang dan chipping sekitar 14.330,51 hektar serta yang belum tanam kita perkirakan sekitar 3,813 hektar lebih. Kita usahakan untuk semuanya dilakukan PSR,” katanya.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar Heronimus Hero S.P., M.Si., menambahkan bahwa ada beberapa kendala dalam program PSR diantara kurangnya tenaga pemetaan (GIS) di kabupaten baik di tingkat kelembagaan maupun dinas kabupaten dan usulan wajib dilengkapi telaahan kawasan hutan dan kawasan gambut lindung dari unit Kemenlhk serta telaahan HGU dari ATR/BPN.
“Tak hanya itu saja, masih kurang pelaporan realisasi dari kelembagaan dan kabupaten secara berjenjang baik secara tertulis maupun online dan kurangnya benih kelapa sawit bersertifikat untuk penanaman PSR dan pengawasan benih di lapangan. Serta diperlukan bantuan pendamping dan bimtek dari perusahaan mitra terkait pembinaan kelembagaan,” pungkasnya. (aws)(RLS)